Sistem operasional asuransi syariah dilandasi oleh tiga prinsip, yaitu rasa saling bertanggung jawab, kerja sama dan saling membantu, serta saling melindungi antara para peserta dan perusahaan. Perusahaan asuransi syariah bertindak sebagai mudharib, yaitu pihak yang diberi kepercayaan atau amanah oleh para peserta sebagai shahibul mal untuk mengelola uang premi dan mengembangkan dengan jalan yang halal sesuai dengan syar'i serta memberikan santunan kepada yang mengalami musibah sesuai dengan akad.
Berdasarkan akad yang disepakati, perusahaan dan peserta mempunyai hak dan kewajiban yang harus ditunaikan. Kewajiban tertanggung adalah membayar uang premi sekaligus di muka atau angsuran secara berkala. Uang premi yang diterima perusahaan dipisahkan atas rekening tabungan dan rekening tabarru. Sementara itu, hak tertanggung di antaranya adalah mendapatkan uang pertanggungan atau klaim serta bagi hasil jika ada, dengan mudah dan cepat.
Kewajiban perusahaan asuransi adalah memegang amanah yang diberikan para peserta dalam hal mengatasi risiko yang kemungkinan mereka alami. Perusahaan juga menjalankan kegiatan bisnis dan mengembangkan dana tabungan yang dikumpulkan sesuai dengan hukum syariah. Sementara itu, dana tabarru yang telah diniatkan sebagai dana kebajikan/ derma diperuntukkan bagi keperluan para nasabah yang terkena musibah.
Hak perusahaan asuransi syariah di antaranya menerima premi, mengumpulkan dan mempergunakannya untuk kegiatan bisnis serta mendapatkan bagi hasil dari kegiatan usaha yang dijalankan.
Premi pada asuransi syariah jiwa dan asuransi syariah kerugian berbeda. Pada asuransi jiwa, premi yang dibayarkan peserta terdiri atas unsur tabungan dan tabarru. Unsur tabarru diambil dari tabel mortalita yang besarnya bergantung pada usia dan masa perjanjian. Besarnya unsur tabungan berada antara 0,75-12%. Untuk asuransi syariah kerugian dan term insurance life, unsur preminya hanya mengandung unsur tabarru yang besarannya merujuk pada rate standard yang ditetapkan Dewan Asuransi Indonesia (DAI).
Perusahaan dan peserta memperoleh keuntungan dari hasil surplus underwriting kegiatan investasi dan pengembangan usaha dengan prinsip mudharabah atau prinsip lain yang diperbolehkan secara syar'i atas petunjuk dewan syariah. Dana untuk itu berasal dari dana peserta. Pembagian keuntungan didasarkan atas akad awal yang telah disepakati antara perusahaan dan peserta dalam bentuk persentase atau sistem pembagian tertentu, seperti 60% : 400/o atau 60 banding 40; 60% atau 60 bagian untuk perusahaan dan 40% atau 40 bagian untuk peserta dari pendapatan bersih setelah dikurangi berbagai macam biaya atau beban asuransi, seperti reasuransi dan klaim. Surplus tersebut kemudian dibagi hasil antara peserta dan perusahaan. Bagian perusahaan ini diambil sebagai biaya operasional sebelum menjadi profit perusahaan.
Pustaka
Asuransi Syariah Oleh Abdullah
9/28/2013
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar