Kasus Penebangan Hutan
Banyak kasus penebangan hutan yang telah terjadi Indonesia, entah itu legal atau ilegal. Hutan Indonesia telah dieksploitasi rata-rata 40 juta kubik per tahun sejak tahun 1970. Angka itu dua kali lebih besar daripada rekomendasi pemerintah. Praktek yang tidak berkelanjutan, gagal dalam mengelola lokasi-lokasi penebangan, dan tidak memiliki pengawasan investasi jangka panjang bagi para pemegang konsesi berhubungan dengan praktek dan kebijakan pemerintah yang tidak memadai (Sunderlin dan Resosudarmo, 1996), misalnya: konsesi areal hutan yang terlalu besar dan tidak ada pemberian insentif bagi pengelola kebijakan tidak mementingkan pengelolaan jangka panjang tidak ada dukungan dari pemerintah dan masyarakat lokal.Jumlah konsesi turun naik dan di tahun 2004 mencapai hampir 500 termasuk untuk Universitas, Koperasi, dan Pesantren.
Penebangan adalah masalah serius di Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Sebuah laporan yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan di bulan Juni 2000 berbunyi:
"Penebangan liar adalah suatu bentuk kejahatan yang terorganisir dan didukung suatu kekuatan yang cukup kuat untuk menekan penegakan hukum kehutanan. Aktivitas itu berlangsung di kawasan konsesi (yang aktif dan tidak), kawasan hutan alam bahkan sampai di kawasan konservasi dan hutan lindung."
, dan juga anggota legislatif (Departemen Kehutanan, 2000: 13-14).
Ancaman terhadap keanekaragaman hayati Indonesia meliputi penebangan liar dan perdagangan satwa. Penebangan itu sendiri adalah penyebab utama degradasi hutan. Diperkirakan bahwa sekitar 50% sampai 80% hasil hutan berasal dari penebangan liar (Greenpeace, 2003: Palmer, 2001; Scotland dan Ludwig, 2002). WALHI mengatakan bahwa kebutuhan industri kehutanan bubur kayu, penggergajian dan kayu lapis adalah 63 juta kubik, sementara hasil hutan legal hanya mencapai angka 12 juta kubik, berarti sekitar 51 juta kubik untuk pemenuhan industri itu berasal dari penebangan liar (Kurniawan, 2003).
Dalam 59 tahun terakhir, 50 juta ha hutan telah hilang, dari 162 juta di tahun 1950 turun menjadi 98 juta ha di tahun 2000. Penebangan hutan merugikan negara sekitar 30 trilliun rupiah per tahun (US$ 3,4 miliar). Angka kerugian akibat hilangnya ekosistem tidak terhitung. Penebangan liar telah turut menyumbang tingkat deforestasi di Indonesia, dari 1,6 juta ha/tahun di tahun 1998 sampai 2,4 juta ha/tahun di tahun 2002 (Departemen Kehutanan, 2003).
Departemen Kehutanan (Pernyataan Pecs No. 51/II/PIK-1/2003) mencatat bahwa:
- sekitar 43 juta ha telah hilang dari jumlah total 120,35 juta ha dengan tingkat degradasi sekitar 2,1 juta ha/tahun
- penebangan liar mencapai angka 50,7 juta kubik/tahun dan menyebabkan kerugian 30,42 miliar/tahun
- penyelundupan kayu terjadi di Papua, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, Riau, Aceh, Sulawesi Utara, dan Jambi, yang mencapai angka 10 juta kubik/tahun di tahun 2003. Tujuan utama penyelundupan adalah Malaysia, Cina, India, dan Vietnam
- penebangan liar di Papua bernilai 600.000 kubik/bulan, yang merugikan negara 600 miliar/bulan atau 7,2 triliun/tahun.
Dalam operasi bersama di tahun 2001, Departemen Kehutanan dan TNI-AL berhasil menggagalkan 8 kapal di Papua yang mengangkut 26.564 kubik kayu ilegal yang bernilai 63,6 miliar rupiah. Di tahun 2002 tertangkap 5 kapal pengangkut 2.500 kubik kayu olahan dan 11.300 kubik kayu gelondongan yang bernilai 447 miliar rupiah. Tetapi, seringkali, koordinasi antara Departemen Kehutanan dan polisi Papua sangat lemah.
Berdasarkan data Departemen Kehutanan dan CI, dari tahun 2000 sampai 2004 tercatat 58 kasus penebangan hutan, 12 kasus diadili, 9 dijatuhi hukuman, dan 3 dilepaskan. Sanksi yang diterima meliputi hukuman penjara (8-12 bulan) dan denda (Rp. 50.000 - Rp. 30.000.000). Antara tahun 2000-2002, 40 kasus terjadi di Papua, melibatkan 44.532 kubik dan 6.356 batang kayu. Di tahun 2003-2004, 18 kasus meliputi 66.718 kubik dan 14.658 batang.
Data dari kepolisian di tahun 2002, dari sekitar 442 kasus penebangan hutan, 218 sedang diselidiki, 170 sudah siap diadili (P-21), dan 12 kasus dihentikan penyelidikannya (SP3). Di tahun 2003, dari 564 kasus, 282 kasus diselidiki, 268 siap diadili (P-21), dan 5 kasus dihentikan (SP3). Di tahun 2004, dari 463 kasus, 267 kasus diselidiki, 174 siap diadili (P-21), dan 5 kasus penebangan hutan dihentikan (SP3).
Pustaka Artikel Kasus Penebangan Hutan
Melestarikan alam Indonesia Oleh Jatna Supriatna
Tidak ada komentar :
Posting Komentar