9/16/2013

Tujuan Perusahaan dalam Manajemen Keuangan

Meskipun upaya memaksimalkan laba merupakan tujuan yang logis bagi setiap perusahaan, semua pakar keuangan korporasi sepakat bahwa tujuan perusahaan dalam perspektif manajemen keuangan bukan memaksimalkan laba, melainkan memaksimalkan kekayaan pemegang saham (stock holder's wealth) atau memaksimalkan nilai perusahaan (value of the firm).

Kekayaan pemegang saham adalah perkalian antara harga saham per lembar dan jumlah saham yang beredar. Ini berarti bahwa kekayaan pemegang saham akan tercermin dari nilai perusahaan, yang ditunjukkan oleh harga saham perusahaan bersangkutan di bursa saham. Dengan demikian, maksimisasi kekayaaan pemegang saham atau nilai perusahaan (harga saham) memiliki arti yang benar-benar sama.

Perumusan maksimisasi kekayaaan pemegang saham atau nilai perusahaan sebagai tujuan pada akhirnya akan memudahkan pengukuran kinerja suatu perusahaan. Bila mana harga saham suatu perusahaan memiliki trend yang meningkat dalam jangka panjang, hal itu suatu indikator bahwa kinerja perusahaan dalam keadaan baik. Meningkatnya harga saham mencerminkan kepercayaan pasar akan baiknya prospek perusahaan bersangkutan pada masa mendatang.

Maksimisasi Laba Bukan Tujuan yang Tepat
Ada dua alasan yang mudah dipahami mengapa tujuan perusahaan dalam perspektif manajemen keuangan adalah maksimisasi kekayaan pemegang saham atau nilai perusahaan, bukan maksimisasi laba:

Laba tidak menunjukkan arus kas. Laba yang disajikan pada laporan laba-rugi bukanlah besaran yang menunjukkan arus kas, sehingga jika laba suatu perusahaan Rp 10 miliar, hal itu sama sekali tidak menyatakan bahwa terdapat arus kas sebesar jumlah yang sama. Dalam manajemen keuangan, pengambilan keputusannya justru didasarkan atas arus kas (cashflow). Artinya, keputusan keuangan dinilai benar manakala keputusan itu meningkatkan arus kas bersih yang diterima perusahaan pada masa mendatang.

Laba tidak mempertimbangkan waktu dan risiko. Andaikata proyek A dan B akan menghasilkan laba pada dua tahun mendatang: Laba A Rp5 miliar pada tahun pertama dan Rp5 miliar pada tahun kedua, sedangkan laba B Rp 0 pada tahun pertama dan Rp 10 miliar pada tahun kedua, rata-rata laba per tahun kedua proyek jelas sama, yakni Rp 5 miliar. Proyek mana yang layak dipilih? Berdasarkan pendekatan maksimisasi laba, kita akan bersikap indeferen terhadap kedua proyek. Akan tetapi, apabila kita menggunakan pendekatan maksimisasi nilai perusahaan, kita akan memilih proyek A daripada proyek B karena pendekatan nilai perusahaan mempertimbangkan faktor waktu dan risiko; bukan besaran semata. Waktu penerimaan Rp 10 miliar pada proyek B terjadi pada tahun kedua (padahal, kita lebih menyukai menerimanya pada tahun pertama daripada tahun kedua). Selain itu, proyek B mempunyai laba yang berlainan pada setiap tahunnya, yang menunjukkan bahwa proyek B mengandung ketidakpastian atau risiko yang lebih tinggi daripada proyek A.

Pustaka
Inti Sari Manajemen Keuangan

Tidak ada komentar :

Posting Komentar