11/16/2012

Kebijakan Publik

Kebijakan dan Keunggulan Kompetitif
Apakah tugas utama pemerintah pada era "reinventing pemerintah" ini? Ketika pemerintah bukan lagi menjadi aktor tunggal dalam menyelenggarakan "kehidupan bersama", peran strategis pemerintah tidak lenyap, namun semakin fokus pada peran-peran tertentu. Tugas tersebut adalah memastikan bahwa seluruh sumber daya di dalam negara berkembang secara optimal, dan membangun keunggulan kompetitif dari negara tersebut (Porter, 1998; Drucker, 1994). Kebutuhan ini lebih penting daripada sekadar melakukan "penyusutan pemerintah" atau membangun enterpreneurial government (Osborne & Gaebler, 1992; Osborne & Plastrik, 1996). Pertanyaannya, "bagaimana" pemerintah melakukan peran tersebut?

Ada satu tugas dari pemerintah yang tidak tergantikan sejak dahulu hingga kelak di masa depan, yaitu (1) membuat kebijakan publik, (2) pada tingkat tertentu melaksanakan kebijakan publik, dan (3) pada tingkat tertentu melakukan evaluasi kebijakan publik — monitoring termasuk dalam evaluasi. Jadi, peran pemerintah pada abad ke-21 dan ke depan adalah membangun kebijakan publik yang ekselen.

Michael E. Porter (1998) mengemukakan bahwa keunggulan kompetitif dari setiap negara ditentukan oleh seberapa mampu negara tersebut mampu menciptakan lingkungan yang menumbuhkan daya saing dari setiap aktor di dalamnya, khususnya aktor ekonomi.

Dalam konteks persaingan global, tugas sektor publik adalah membangun lingkungan yang memungkinkan setiap aktor, baik bisnis maupun nirlaba, mampu mengembangkan diri menjadi pelaku yang kompetitif, bukan hanya secara domestik, melainkan global. Lingkungan ini hanya dapat diciptakan oleh kebijakan publik, tidak lain. Kebijakan publik yang terbaik adalah yang mendorong setiap warga masyarakat untuk membangun daya saingnya masing-masing, dan bukan semakin menjerumuskannya ke dalam pola ketergantungan. Inilah makna strategis dari pemerintah pada abad ke-21 dan ke depan.

Makna Kebijakan Publik
Apakah kebijakan publik itu? Thomas R. Dye (1995, 2) mendefinisikannya sebagai what government do, why they do it, and what difference it makes. Harold Laswell dan Abraham Kaplan (1970, 71) mendefinisikannya sebagai a projected program of goals, values, and practices. David Easton (1965, 212) mendefinisikannya sebagai the impact of government activity. James Anderson (2000, 4) mendefinisikannya sebagai a relative stable, purposive course of action followed by an actor or set of actors in dealing with a problem or matter of concern. James Lester dan Robert Steward (2000, 18) mendefinisikannya sebagai a process or a series or pattern of governmental activities or decissions that are design to remedy sonic public problem, either real or imagined. Austin Ranney (dikutip Lester & Steward, 2000, 18) mendefinisikannya sebagai a selected line of action or declaration of inter. Steven A. Peterson (2003, 1.030) mendefinisikannya sebagai government action to address some problem. B. G. Peters (1993, 4) mendefinisikannya sebagai the sum of government activities, wheter acting directly or through agents, as it has an influence on the lives of citizens.

Dari definisi-definisi tersebut kita dapat membuat rumusan pemahaman tentang kebijakan publik. Pertama, kebijakan publik adalah kebijakan yang dibuat oleh administratur negara, atau administratur publik. Jadi, kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan dan yang tidak dikerjakan oleh pemerintah. Pertanyaan pertama, kenapa berkenaan dengan "segala sesuatu"? Ini karena kebijakan publik berkenaan dengan setiap aturan main dalam kehidupan bersama, baik yang berkenaan dengan hubungan antarwarga maupun antara warga dan pemerintah. Pertanyaan kedua, kenapa istilah yang dipakai "dikerjakan"? Ini karena "kerja" sudah merangkum proses "pra" dan "pasca", yaitu bagaimana pekerjaan tersebut dirumuskan, diterapkan, dan dinilai hasilnya. Istilah kerja adalah istilah yang bersifat aktif dan memaksa karena kata kuncinya adalah keputusan. Ketiga, kenapa "dikerjakan" dan "tidak dikerjakan"? Ini karena "dikerjakan" dan "tidak dikerjakan" sama-sama merupakan keputusan. Anda memilih untuk bekerja sebagai pegawai negeri dan tidak memilih bekerja sebagai pekerja partai adalah keputusan. Pertanyaan terakhir, siapakah pemerintah itu dan kenapa harus pemerintah yang menjadi pemegang hak atas kebijakan publik? Ini pertanyaan mudah, namun sulit dijawab. Alasan pokoknya adalah karena definisi pemerintah sangat berbeda-beda. Kita melihat UUD 1945 pada pembukaannya menyebutkan bahwa:
"Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.

Dinamika Kebijakan Publik
Salah satu ciri masyarakat modern yang demokratis adalah kepedulian mereka terhadap kebijakan publik. Kepedulian tersebut dimulai sejak akan dibuat suatu kebijakan publik oleh pemerintah sampai kepada implementasinya. Tentunya, kepedulian tersebut dikarenakan kebijakan publik akan mempengaruhi kehidupan mereka sehari-hari. Oleh karena itu, sudah seharusnya pemerintah yang demokratis selalu mengajak masyarakat mendiskusikan rancangan kebijakan publik.

Di Indonesia sendiri saat ini terlihat makin bergairah masyarakat membahas rancangan kebijakan publik. Antusiasme semacam ini sangat positif sejauh memberikan perspektif lain bagi kepentingan masyarakat. Debat publik menandakan dinamika suatu masyarakat. Besarnya keterlibatan masyarakat tidak bisa dilepaskan dari era reformasi yang sampai saat ini masih terus bergulir dengan berbagai dinamika dan resikonya.

Tantangan yang dihadapi saat ini adalah bagaimana membuat rambu-rambu, sehingga dinamika masyarakat tidak terjerumus menjadi suatu anarki. Ini memang bukan persoalan yang muda, tetapi tidak berarti tidak bisa ditanggulangi. Persoalannya akan terletak dipihak pembuat kebijakan, pemerintah, dengan masyarakat sebagai pihak yang akan merasakan kebijakan publik tersebut. Artinya, bagaiman kedua belah pihak memainkan perannya dengan bijak, pada akhirnya akan memunculkan kebijakan publik yang bisa diterima oleh semua pihak untuk kepentingan masyarakat juga pada akhirnya.

Proses kebijakan publik dalam masyarakat bebas adalah landasan pertemuan dan sector pemerintah seperti pemerintah pusat dan pemerintah daerah dengan sektor swasta seperti masyarakat. perusahaan dan organisasi. Proses ini difasilitasi oleh media. sehingga aspirasi dan opini masyarakat melalui debat isu publik bisa menjadi suatu kebijakan pemerintah. Kontrol sosial dan dunia usaha terpengaruh oleh mekanisme ini. Padahal sebelumnya dunia usaha hanya dikontrol oleh lingkungan ekonomi. Baru belakangan ini dunia usaha menyadari bahwa mereka juga dikonirol oleh lingkungan sosial politik.

Pengontrolan sosial dan politik terhadap dunia usaha tidak bisa dilepaskan dan kenyataan adanya saling ketergantungan di antara sektor-sektor tersebut. Pada umumnya proses kebijakan publik diawali dengan adanya ketidakpuasan dari masyarakat terhadap ketidakadilan dan terpinggirkan. Selain itu, bisa juga karena masyarakat memunculkan aspirasi baru dan pertimbangan baru tentang lingkungan. Ada juga penyebab lainnya seperti gagasan barn yang terkait dengan hak. Walau begitu. sampai tingkatan ini tidak akan terjadi apapun kecuali media massa mengangkatnya dan membicarakannya, serta menyiarkan isu-isu tersebut.

Media massa tidak menciptakan isu kecuali terdapat realita yang mendukungnya. Hanya saja, ini tetap penting dalam pengembangan isu dan dalam daur hidupnya. Sementara, tidak akan terjadi apa-apa sampai suatu kelompok atau organisasi mengambilnya dan mencantumkannya dalam agenda mereka. Sesaat isu masuk dalam agenda suatu organisasi maka kelompok penekan seperti lembaga swadaya masyarakat akan memobilisasi kekuatan sosial dan politik. Oleh karena media massa memegang peranan penting maka kelompok penekan akan mengadakan berbagai kegiatan seperti demonstrasi dan konferensi pers sehingga diliput oleh media massa.

Tekanan semakin bertambah ketika tidak ada respon dari pemerintah atau perusahaan sebagai pembuat kebijakan. Seterusnya tergantung kepada pihak-pihak yang 'bersengketa' untuk menyelesaikannya. Solusi terbaik untuk ini adalah melakukan negosiasi, apalagi yang sifatnya win-win. Fenomena penting seperti ini mutlak harus mendapat perhatian penuh dari para praktisi public relations harus berperan aktif dalam proses ini.


Kaitan Ekonomi Politik dengan Kebijakan Publik
Bagaimana kaitan antara Ekonomi Politik dengan Kebijakan Publik? Kita tahu bahwa perekonomian tidak bisa hanya diserahkan pada produsen dan konsumen yang berinteraksi satu sama lain melalui mekanisme pasar. Di sana sini diperlukan adanya campur tangan pemerintah. Campur tangan pemerintah diperlukan jika mekanisme pasar tidak bekerja dengan sempurna. Selain itu, campur tangan pemerintah diperlukan untuk mengatasi eksternalitas dan untuk pengadaan barang-barang publik.

Berbagai kepurusan yang menyangkut kebijakan publik dilaksanakan oleh pemerintah sesuai institusi ekonomi dan politik yang ada. Suatu kebijakan disebut kebijakan publik bukan karena kebijakan itu sudah diundangkan, atau karena kebijakan tersebut dilaksanakan oleh publik, melainkan karena isi kebijakan itu sendiri yang menyangkut bonum commune atau kesejahteraan umum (Arifin & Rachbini, 2001).

Dari uraian di atas, jelas bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara Ekonomi Politik dengan Kebijakan Publik, di mana disiplin Ilmu Ekonomi Politik dimaksudkan unruk membahas keterkaitan antara berbagai aspek, proses, dan institusi politik dengan kegiatan ekonomi seperti produksi, investasi, pembentukan harga, perdagangan, konsumsi, dan lain sebaginya. Penelusuran yang mendalam tentang Ekonomi Politik biasanya didekati dengan format dan pola hubungan antara swasta, masyarakat, organisasi buruh, partai politik, pemerintah, lembaga konsumen, dan sebagainya. Dengan demikian pembahasan Ekonomi Politik jelas terkait erat dengan kebijakan publik, mulai dan proses perancangan, perumusan, sistem organisasi, dan implementasi kebijakan publik tersebut (Arifin & Rachbini, 2001).

Daftar Pustaka
- Kebijakan Publik Negara Berkembang Oleh Riant Nugroho
- Tips & Trik Public Relation(Cover Br) Oleh Ahmad Fuad Afdhal
- Ekonomi Politik

Tidak ada komentar :

Posting Komentar