Gangguan identitas jenis kelamin
DSM III-R mengkategorikan tiga jenis gangguan identitas jenis kelamin. Lazimnya, gangguan ini ditandai dengan gangguan dalam perasaan individu sebagai wanita atau pria. Definisi tertentu penting dalam mengerti gangguan ini. "Identitas jenis kelamin" mengacu pada perasaan sendiri sebagai "pria atau wanita." "Peranan jenis kelamin" menunjukkan suatu ekspresi sosial terhadap kepriaan atau kewanitaan orang lain. "Seks yang ditetapkan" merupakan jenis kelamin yang ditentukan pada saat lahir berdasarkan pada gambaran fisik. "Orientasi atau pemilihan seksual" mengacu pada jenis kelamin sumber stimulasi erotik.
Green telah meninjau tiga face dasar dalam perkembangan psikoseksual. Fase pertama (secara kasar antara umur 1 dan 3 tahun) perkembangan identitas seksual adalah kesadaran termasuk dalam salah satu jenis kelamin. Dengan demikian, secara dini, anak-anak kecil mulai mengenali dunia sebagai terdiri dari pria dan wanita dan menetapkan identifikasi dengan salah satu dari kelompok ini. Fase kedua, ditetapkan antara umur 3 dan 4 tahun, merupakan perkembangan perilaku peranan jenis kelamin atau "perilaku berjenis-kelamin." Dalam suatu budaya tertentu, aktivitas tertentu, bermain, berpakaian, dan gaya interaktif ditemukan sebagai "maskulin" atau "feminin." Komponen ketiga adalah bahwa perkembangan dari suatu arah pilihan erotik atau romantik. Komponen terakhir ini dapat menjadi sangat jelas selama masa remaja dan mempunyai prekursor pada kehidupan dini. Saling keterkaitan dari ketiga komponen ini menarik dan kompleks tetapi terlalu terperinci untuk dilaporkan di sini. (Pembaca diminta merujuk pada Green dan Stoller)
Pada gangguan identitas jenis kelamin, terdapat perkembangan psikoseksual atipik yang ditandai dengan kekacauan dalam harapan peranan seks dan jenis kelamin yang ditentukan. Dengan demikian, identitas jenis kelamin tidak sintonik dengan ciri-ciri seksual eksternal atau dengan harapan masyarakat. Ketiga gangguan bervariasi berdasarkan umur (prapubertas atau pascapubertas) dan tingkat sejauh, mana seorang asyik dengan mengubah karakteristik seksualnya (pascapubertal: nonseksual atau transseksual).
1. Epidemiologi. Merupakan gangguan yang langka. Secara klinis, selama masa kanak-kanak lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki daripada perempuan. Selanjutnya, individu yang datang untuk prosedur bedah transeksual lebih lazim pria daripada wanita. DSM III-R menyatakan bahwa untuk transeksualisme, pria adalah 1/30.000, dan wanita 1/100.000. Angka untuk gangguan lain tidak diketahui.
2. Etiologi. Terdapat beberapa teori yang menyelidiki asal perkembangan jenis kelamin atipik. Penelitian aktivitas seksual pada hewan menunjukkan bahwa suatu peran predominan untuk suatu pengaruh hormonal pada janin dan neonatus dalam jenis perilaku seksual diperlihatkan pada kehidupan selanjutnya. Kelainan kromosom pada manusia mempengaruhi karakteristik seksual primer dan sekunder. Identitas jenis kelamin tampaknya lebih merupakan fungsi faktor psikososial selama masa kanak-kanak dini ketimbang kelainan biologik. Walaupun kelainan tisik organ seks jarang berkaitan dengan gangguan identitas jenis kelamin pada masa kanak-kanak, kategori DSM III-R tidak menyingkirkan pembuatan diagnosis bila kelainan ini ditemukan.
Teori bahwa identitas jenis kelamin terbentuk antara umur 1 dan 3 tahun mengungkapkan beberapa variabel interaktif yang dapat terlibat dalam perkembangan atipik. Secara normal, identitas jenis kelamin, seks yang ditentukan, dan peran jenis kelamin berkaitan. Ketidaksinambungan antara identitas jenis kelamin dan jenis kelamin yang ditentukan dapat ditimbulkan oleh faktor konstitusional (yaitu, sifat temperemental anak), harapan orang tua dan perilaku (yaitu, keinginan akan seorang anak dengan seks yang berlawanan dan memperlakukan laki-laki sebagai perempuan), dan akibat internalisasi dari interaksi anak-orang tua dalam pembentukan identifikasi jenis kelamin. Teori psikososial yang lebih tua meliputi tinjauan psikoanalitik dan identifikasi dengan orang tua dari seks yang berlawanan sebagai penyelesaian maladaptif terhadap konflik oedipal. Pada poin ini, diperlukan lebih banyak Set untuk menentukan etiologi dari gangguan yang tak lazim in Suatu deskripsi dari ketiga kategori gangguan ini menyusul.
a. Gangguan Identitas Jenis Kelamin Masa Kanak-kanak. Pada anak-anak prapubertas, keadaan ini merupakan temuan dari (1) kesukaran mengenai peruntukan seks seseorang atau penekanan bahwa seseorang adalah dari jenis kelamin yang lain dan (2) keengganan akan perilaku normatif atau pilihan akan pakaian dari seks yang berlawanan ATAU penolakan yang menetap terhadap ciri-ciri anatomik seks yang sama.
Kriteria ditentukan untuk anak laki-laki dan perempuan.
Secara sosial, anak-anak ini dapat diasingkan dari teman sebaya atau keluarga. Kesukaran sosial ini dapat merupakan keluhan yang timbul. Diagnosis ini tidak dibuat pada anak yang perilakunya tidak cocok dengan harapan budaya kecuali mereka memenuhi kriteria yang lengkap. Perjalanan gangguan ini sedang diteliti. Dewasa ini, pengetahuan kita mengenai hasil berasal dari penelitian anak-anak dengan kecenderungan perilaku tertentu yang kemungkinan tidak memenuhi kriteria lengkap dari gangguan ini. Hasil penelitian ini dimasukkan di sini, tetapi penerapan langsung terhadap gangguan ini belum ditentukan.
Penelitian tindak lanjut dari anak laki-laki dengan tingkat "feminitas" yang tinggi menunjukkan bahwa sekitar separuh dari anak-anak ini dapat "praheteroseksual," dengan kemungkinan rerata yang lebih tinggi bahwa, pada masa dewasa, mereka akan timbul sebagai transeksual, transvestites, atau homoseksual. Anak perempuan dengan perilaku "tomboyish" kurang sering ditemukan datang untuk evaluasi psikiatrik ketimbang anak laki-laki dan lebih sedikit menyatakan konflik sosial atau intrapsikik. Greene mencatat bahwa penelitian retrospektif dari lesbian menunjukkan angka tomboyisme yang lebih tinggi, tetapi tidak terdapat data prospektif pada poin ini.
(i) Penilaian. Intervensi pada seorang anak dengan gangguan identitas jenis kelamin menimbulkan beberapa isu etika. Anak dapat mengekspresikan konflik internal dan kesukaran sosial yang dihadapinya sekarang, dan keluarga dapat mengekspresikan keprihatinan mengenai akibat di masa depan. Anak dapat merasa diasingkan dalam keluarga, demikian juga dengan teman sebaya.
Dengan demikian pendekatan penilaian harus dalam banyak tingkatan: evaluasi keluarga (untuk menentukan sifat keprihatinan orang tua, ansa umpan batik yang meningkatkan keregangan antara ayah dan anak "yang tidak begitu maskulin" yang kemungkinan digambarkan sebagai "lelaki yang bertindak seperti perempuan" peran dan harapan keluarga, perhatian terhadap gaya kepribadian unik anak masing-masing) dan penilaian individu mengenai tingkat keregangan dan demoralisasi, gangguan dalam perfungsian sosial, dan gangguan bersamaan lainnya.
(ii) Pengobatan. Sasaran menyeluruh dari intervensi adalah untuk mengurangi stres sosial bagi anak dan untuk meningkatkan perfungsian keluarga yang sehat dan hubungan dyadic yang kemungkinan "terlalu dekat" dengan orang tua dari seks yang berlawanan dan "terlalu jauh" dengan seks yang sama.
Timbul masalah etika mengenai intervensi untuk mengubah identitas jenis kelamin anak. Walaupun pada kenyataannya, hal ini kemungkinan jelas dapat dilaksanakan, masalah yang diperdebatkan adalah penerapan standar budaya pada suatu sasaran terapeutik. Orang tua dapat meminta anak secara psikologik "diubah," sementara anak menginginkan "tidak " mau ditentukan seks atau berperan dalam peran jenis kelamin. Perpecahan ini, sendiri, menciptakan konflik yang dapat menyebabkan "lubang merpati" pada anak dengan merasa bahwa kecenderungan konstitusional nya tak dapat diterima dalam pribadi seks tersebut. Dengan demikian tidak adanya fleksibilitas dalam peran jenis kelamin ini dapat meningkatkan kesukaran dalam keluarga dan
menyebabkan keregangan lebih lanjut.
Pendekatan psikoanalitik, perilaku, dan "leluasa" telah diuji coba pada anak laki-laki untuk mengurangi perilaku "feminim". Walaupun perilaku ini dapat dimodifikasi, dewasa ini tidak ada bukti bahwa penurunan ini mengubah pola pembangkitan seksual atau orientasi seksual selanjutnya. Penelitian hasil selanjutnya diperlukan untuk menentukan efek apa yang ditimbulkan intervensi terhadap hasil akhir pada kedewasaan.
b. Transeksualisme. Gangguan ini didifinisikan untuk individu yang telah mencapai pubertas dan paling tidak selama 2 tahun berada dalam keasyikan yang menetap dengan ketidakcocokan seks yang ditentukan. Terdapat keinginan untuk membebaskan diri dad karakteristik seks primer dan sekunder dan perolehan karakteristik seks yang berlawanan.
Sebagian besar individu telah memiliki gangguan identitas jenis kelamin sejak masa kanak-kanak (walaupun hanya persentase yang kecil dari mereka dengan gangguan identitas jenis kelamin timbul sebagai transeksual).
Kemungkinan tidak terdapat selera untuk berpakaian dalam pakaian yang diperuntukkan bagi seksnya, dapat ditemukan berbusana-silang. (Hal ini harus dibedakan dari fetihisme transvestit, di mana berbusana-silang berkaitan dengan keterangsangan seksual.) Subtipenya termasuk orientasi seksual, yaitu, aseksual, homoseksual, heteroseksual, atau tak terspesifikasi.
(i) Penilaian. Riwayat dan evaluasi psikiatrik yang menyeluruh. Perlu dinilai keadaan patologik karakter yang terdapat berbarengan (khususnya gangguan kepribadian perbatasan) atau depresi yang lazim terjadi. Perlu dipertimbangkan gangguan pikiran. "Kepercayaan seseorang adalah dari seks yang berlawanan" dipertimbangkan sebagai "saya merasa seakan-akan saya dari seks yang berlawanan" dan dengan demikian tidak dipertimbangkan suatu delusi dalam DSM
(ii) Pengobatan. Psikososial: Psikoterapi untuk transeksualisme tidak terbukti efektif. Terapi untuk kesukaran karakter dan depresi yang berbarengan dapat membantu. Intervensi keluarga mungkin bermanfaat untuk mendukung.
Bedah penetapan kembali seks: Lazimnya, suatu prosedur ireversibel untuk menghilangkan karakteristik seks primer dan sekunder dan secara rekonstruktif menciptakan ciri-ciri baru dengan suplementasi hormon eksogen. Keadaan ini memerlukan evaluasi psikiatrik prabedah yang menyeluruh dan periode uji coha beberapa bulan hingga bertahun-tahun dengan terapi hormon (reversibel) dan kehidupanjenis kelamin-silang. Sekitar separuh berlanjut hingga intervensi bedah selesai. Ukuran hasil dan akibat bervariasi. Telah dilaporkan bunuh diri pada lebih dari 1% kasus pascabedah.
c. Gangguan identitas jenis kelamin masa remaja dan dewasa, tipe nontranseksual. Individu pascapubertas yang mengalami keadaan tidak nyaman yang menetap dengan seks yang ditentukan dan yang secara barulang berbusana-silang (khayalan atau kenyataan) yang TIDAK untuk perangsangan seksual. Mereka tidak mempunyai keasyikan dengan membebaskan diri dari genitalnya atau mendapatkan genital dari seks yang berlawanan. Subtipe diagnostik juga termasuk orientasi seksual. Keadaan ini merupakan gangguan yang baru didefinisikan tanpa data yang cukup untuk melaporkan perjalanan penyakit, penilaian, atau pendekatan pengobatan yang unik.
Pustaka
Psikiatri
Tidak ada komentar :
Posting Komentar