Perkembangan tari modern di Amerika Serikat sampai akhir tahun 1960-an bisa dikelompokkan menjadi tiga, yaitu kelompok yang telah aktif dan berhasil sebelum pertengahan abad ke-20, kelompok yang mulai tumbuh sejak tahun 1950 yang setapak lebih maju, dan terakhir kelompok yang terdiri dan koreografer dan penari eksperimentalis avant garde yang karya-karyanya hampir bisa dikatakan sebagai anti tari (anti dance) atau non-tari (nondance). Di samping itu perlu kita ketahui bahwa sejak pertengahan abad ke-20 di samping kompani-kompani tari modern yang anggota dan koreografernya adalah seniman-seniman Amerika kulit putih, bermunculan pula kompani-kompani tari modem yang anggota dan koreografernya seniman-seniman Negro Amerika.
Pada tahun 1960-an Martha Graham masih tetap aktif, dan masih tetap pula memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan tari modem di Amerika. Kompani dan sekolahnya bukan saja aktif di Amerika, tetapi juga di luar negeri. Teknik tarinya serta pandangan-pandangannya tersebar ke segala penjuru Amerika, terutama di perguruan-pergbruan tinggi dan sekolah-sekolah taxi. Karya-karya Martha Graham yang sangat menonjol berupa drama tari. Dalam drama tarinya rupanya ia selalu ingin menampilkan pahlawan-pahlawan wanita yang diambilnya dari cerita-cerita mitologi, antara lain yang terkenal adalah Clytemnestra. Karya Martha Graham yang bergaya abstrak ada pula, antara lain Part Dream dan Part Real. Oleh para kritikus tari karya-karya Graham dikatakan ditata secara apik dan ditarikan oleh penari-penari yang memiliki keterampilan teknik yang luar biasa, serta memiliki penampilan fisik menarik. Memang, sumbangan Martha Graham terhadap pemantapan tad modem di Amerika sangat besar, terutama berkat .kepemimpinannya yang tangguh. Namun kadang-kadang orang khawatir, bahwa sepeninggalnya, karya-karyanya akan dilupakan oleh para peminat tari di Amerika’.
Martha Graham dengan kompaninya pernah pula mengadakan pertunjukan di Jakarta pada tahun 1974, yaitu di Taman Ismail Marzuki. Saat itu para koreografer (penata tari) Indonesia sempat menikmati karya-karya Martha Graham yang sangat memukau. Agar para penonton Indonesia yang berdatangan dari berbagai latar belakang dan lingkungan budaya bisa menikmati pertunjukan langka itu, Martha Graham membuka programnya dengan ceramah demonstrasi. Rupanya karena para penonton sebagian besar tak bisa menangkap secara baik ceramah berbahasa Inggris tanpa penerjemah itu, suasana menjadi kurang menyenangkan. Baru setelah pertunjukan dimulai, penonton yang sebagian besar terdiri dari kaum muda sangat terpukau pada penampilan penari-penari yang memiliki penguasaan teknik yang sangat tinggi.
Pustaka
Garamata, perjuangannya melawan penjajahan Belanda, 1901-1905 Oleh Masri Singarimbun
2/11/2013
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar