1/05/2013

Dampak ghibah dan Ghibah yang Diperbolehkan

Beberapa dampak ghibah yang dilakukan oleh seseorang terhadap saudaranya:
1. Kebencian terselubung yang dikhawatirkan akan bertambah menjadi bentuk permusuhan yang nyata.
2. Sifat hasad (dengki) yang menggerogoti hati seseorang sehingga ingin merebut kedudukan saudaranya dalam pandangan manusia.
3. Adanya sifat fasad dan gairah dalam melakukan dosa dan kernunkaran.
4. Tidak rela terhadap kehormatan dari seseorang, sehingga ingin menampakkan aibnya.
5. Dukungan majlis kepadanya dan simpati kawan-kawan yang inembenarkannya dan sikap mereka yang menjilat dan nifak.

Ghibah yang Diperbolehkan
1. Orang yang didzalimi boleh menceritakan kepada hakim tentang kedzaliman saudaranya terhadapnya, atau pengkhianatannya, atau uang suap yang telah diterima-nya.

2. Meminta pertolongan untuk mengubah kemunkaran dengan menceritakan kepada orang yang mampu mengubah kemunkaran itu, agar menjadi kebenaran. Misalnya orang yang melihat seorang pemabuk, lalu dia menceritakan hal itu kepada walinya agar bisa saling tnenolong dalam beramar ma'ruf nahi munkar.

3. Bercerita kepada seorang mufti untuk meminta fatwa, misalnya seorang istri yang menceritakan suaminya yang bakhil, sehingga ia mendapat penjelasan apakah ia boleh mengambil harta suaminya itu.

4. Memperingatkan kaum muslimin dari kejahatan seseorang, apabila dikhawatirkan hal itu akan menimpa mereka. Misalnya seseorang yang mendapatkan seseorang yang lain selalu berbuat fasik atau bid'ah, lalu dia menasihati dan mengingatkan orang lain agar tidak bergaul dengan orang tertentu. Termasuk dalam hal ini adalah memelihara sunnah Nabi Saw dengan menyebutkan kedustaan atau kelemahan para perawi hadits untuk menentukan keshahihan sanadnya. Termasuk juga meminta nasihat. Orang yang dimintai nasihat adalah orang yang terpercaya. Misalnya orang yang ber-tanya tentang seseorang yang akan dijadikan sebagai tempat bersandar dalam pekerjaan, atau akan diangkat sebagai anggota keluarga atau teman sejawat atau tetangga. Lalu orang yang ditanya tadi menjelaskan keadaannya.

5. Memanggil dengan panggilan yang sudah dikenal, tanpa bermaksud merendahkan. Misalnya mengatakan si juling atau si buta kepada seseorang yang sudah biasa dikenal dengan sebutan itu.

6. Orang yang terang-terangan berbuat fasik, misalnya terang-terangan minum khamr atau menerima suap. Demikian pula terhadap seseorang yang terang-terangan berbuat bid'ah, juga hakim yang jahat, tidaklah berdosa menceritakan perbuatannya, agar orang lain berhati-hati terhadap mereka. Yang tidak diperbolehkan adalah menceritakan aib yang tidak dilakukan secara terang-terangan (Riyadush Sholihin hal. 639-641)

Pustaka
Awas! Bahaya Lidah

Tidak ada komentar :

Posting Komentar