1/21/2013

Standarisasi Komunikasi Antar Petugas Kesehatan Dan Keselamatan Pasien

Nyonya Jane (bukan nama sebenarnya) dirawat di bagian bedah, di rencanakan menjalani pemeriksaan radiologi. Sebelum diantar ke bagian radiologi, perawat bangsal bedah berpesan kepada petugas pengantar bahwa Ny. Jane menderita fraktur tulang belakang (vertebra thoracalis) sehingga harus dijaga agar tetap dalam keadaan berbaring lurus. Perawat bangsal juga mengingatkan bahwa Ny. Jane baru saja mendapatkan obat analgetika sehingga mengantuk. Setelah sampai di bagian radiologi, petugas radiologi menyuruh petugas pengantar untuk menempatkan Ny. Jane di sudut ruang karena masih harus antri. Berhubung ada pasien lain di bangsal bedah yang akan menjalani pemeriksaan radiologi juga, petugas pengantar tersebut segera naik menjemput pasien lain tanpa meninggalkan pesan kepada petugas radiologi agar jangan mengubah posisi Ny. Jane sewaktu menjalani pemeriksaan radiologi. Oleh petugas radiologi Ny. Jane didorong masuk ke ruang pemeriksaan radiologi. Karena tidak mendapatkan pesan apa pun dan kebetulan Ny. Jane tertidur, petugas radiologi mengubah posisi Ny. Jane dari posisi berbaring ke setengah duduk. Setelah pemeriksaan foto selesai petugas radiologi meminta petugas bangsal untuk mengantar kembali Ny. Jane ke bangsal bedah. Perawat bangsal kaget melihat per ubahan posisi yang dialami oleh Ny Jane. Ia segera mengembalikan posisi Ny. Jane ke posisi berbaring lurus. Ia kemudian segera memanggil dokter ruangan. Dokter tersebut kemudian melakukan konsul ke dokter saraf. Ber dasarkan pemeriksaan dokter saraf, disimpulkan bahwa Ny. Jane menga-lami kelumpuhan kedua tungkainya.

Dalam praktik kedokteran, alih tanggung jawab melalui komunikasi baik secara langsung maupun tidak langsung antar pemberi pelayanan baik antar dokter, dokter dengan paramedis, paramedis dengan paramedis kesehatan lain, atau antar-institusi pelayanan sudah merupakan peristiwa sehari-hari. Dalam sehari terjadi tidak kurang dari satu juta proses komunikasi antar petugas. Namun sayang, proses komunikasi tersebut berlangsung tanpa struktur yang jelas, terutama menyangkut pesan informasi yang di sampaikan.

Dalam rangka memperoleh data klinis, seorang dokter akan melakukan serangkaian proses pelayanan yang banyak melibatkan petugas. Kesalahan dalam proses alih informasi dapat mengakibatkan kesalahan dan bisa men cederai pasien, terutama apabila pesan disampaikan secara tidak jelas dan akurat. Ilustrasi kasus di atas merupakan salah satu contohnya. Dari contoh kasus di atas dapat ditarik beberapa pembelajaran. Pertama, cedera medis sebenarnya tidak perlu terjadi apabila terjadi alih informasi yang jelas (baik verbal maupun tertulis) antara petugas pengantar dengan petugas radiologi mengenai status klinis pasien. Kedua, tanpa adanya standarisasi prosedur yang jelas, khususnya dalam proses alih tugas, sangat memungkinkan terjadinya bias dalam alih informasi. Ketiga, dalam proses pengalihan infor masi dan tanggung jawab sering terjadi interupsi dalam tugas. Keempat, tanpa memberdayakan pasien dan keluarga, khususnya dalam proses alih tugas antarpetugas, risiko kesalahan lebih mudah terjadi.

Informasi yang tidak akurat dalam setiap alih informasi dapat menimbulkan kesalahan dan KTD (Kejadian Tak Diharapkan) sebagaimana contoh kasus di atas. Berdasarkan laporan Agency for Healthcare Research and Quality (AHRQ2003) yang me lakukan analisis terhadap 2.966 kejadian yang tidak diharapkan, disimpul kan bahwa akar masalah KTD adalah
• masalah komunikasi 65%
• masalah orientasi/pelatihan 55%
• masalah yang berkaitan dengan pasien 40%
• masalah yang berhubungan dengan tenaga kerja/pola alur kerja 21%
• masalah kompetensi 20%
• masalah ketidaktaatan terhadap prosedur 19%
• masalah yang berhubungan dengan kepemimpinan 12%
• masalah kurangnya pengetahuan 9%

Melihat masalah tersebut di atas, The Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organization (JCAHO) National Patient Safety Goal telah mene tapkan komunikasi efektif sebagai salah satu strategi untuk mengurangi kejadian yang tidak diharapkan dalam asuhan medis. Berdasarkan telaah JCAHO melalui analisis akar masalah KTD berat (sentinel events), sebenarnya KTD yang dapat dihindari tersebut dikarenakan kurang terjalinnya komunikasi yang efektif dalam proses pelayanan pasien. Strategi yang diterapkan oleh JCAHO dalam rangka menciptakan proses komunikasi yang efektif adalah pendekatan standarisasi komunikasi hand-over. Meskipun komuni kasi antarpetugas dalam rangka penyerahan tanggung jawab atas pasien yang dirawat merupakan hal yang sudah menjadi kebiasaan dan pekerjaan sehari-hari, namun awareness terhadap proses komunikasi ini dirasakan masih kurang. Berdasarkan survei terhadap 125 sekolah kedokteran, dilaporkan hanya 8% yang memasukkan "bagaimana melakukan komunikasi transisi perawatan pasien" dalam kurikulum. Tanpa standarisasi komunikasi dalam proses transisi perawatan pasien maka risiko kesalahan dalam pelayanan sangat mungkin terjadi karena informasi yang diberikan tidak tepat atau tidak lengkap.

Pustaka
Membangun Budaya Keselamatan Pasien Dalam Praktek Kedokteran Oleh J.B.Suharjo B.Cahyono,Dr.,Sp.PD

1 komentar :